Movie

Film Penyalin Cahaya yang Istimewa, Borong 12 Piala FFI

December 13, 2021
Film Penyalin Cahaya yang Istimewa, Borong 12 Piala FFI

THE SHOW ID–FILM Penyalin Cahaya (Photocopier) dinobatkan sebagai film terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2021. Tidak hanya itu, film ini juga membawa pulang 12 piala dari 17 nominasi FFI. Sangat istimewa. Menang banyak pol.

Selain kategori Film Cerita Panjang Terbaik, Penyalin Cahaya memenangkan kategori Pemeran Utama Pria terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Sutradara Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, Pengarah Sinematografi Terbaik, Pengarah Artistik Terbaik, Penyunting Gambar Terbaik, Penata Suara Terbaik, Pencipta Lagu Tema Terbaik, Penata Musik Terbaik, dan Penata Busana Terbaik. Hampir semua aspek dari film ini adalah terbaik.

film penyalin cahaya
Cast and crew Penyalin Cahaya berfoto bersama setelah gelaran FFI 2021. (Foto: IG @wregas_bhanuteja)

Penyalin Cahaya bukan film bioskop dan tidak akan tayang di bioskop. Film karya Wregas Bhanuteja ini tayang perdana justru di Busan International Film Festival (BIFF) pada 8 Oktober 2021. Penyalin Cahaya ikut kompetisi di BIFF untuk kategori New Currents. Kategori tersebut memberikan penghargaan kepada dua film fitur terbaik, karya sutradara Asia baru.

Meski penghargaan New Currents Award diberikan pada film lain yakni Farewell, My Hometown karya Er Zhuo Wang (Tiongkok) dan The Apartment with Two Women karya Kim Se-in (Korea), tapi Penyalin Cahaya mendapat sambutan bagus di festival tersebut. Dunia lebih dulu mengenal film ini daripada di Indonesia, karena seperti yang udah aku tulis di atas, film ini tidak tayang di bioskop.

Dengan semua penghargaan dan jalan yang dipilih karya ini untuk ’’menemui’’ penontonnya, jelas kalau film Penyalin Cahaya istimewa. Apa aja yang bikin istimewa?

Sutradara Penyalin Cahaya Adalah Wregas Bhanuteja

film penyalin cahaya
Wregas Bhanuteja (kiri) bersama Shenina Cinnamon di Busan International Film Festival saat penayangan perdana Penyalin Cahaya. (Foto: IG @wregas_bhanuteja)

Memangnya siapa Wregas Bhanuteja?

Wregas adalah sutradara muda Indonesia asal Yogyakarta yang punya prestasi tinggi. Pada 2016 lalu, dia menang penghargaan Leica Cine Discovery Prize di Cannes, Prancis, karena film pendeknya yang berjudul Prenjak/In The Year of Monkey. Prenjak ikut kompetisi film pendek di La Semaine de la Critique. Event tersebut merupakan bagian dari Cannes Film Festival yang fokusnya menemukan bakat baru di bidang perfilman. Karena Prenjak menang, maka Wregas menjadi orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan di Cannes Film Festival.

Karya Wregas lainnya yang juga bertualang ke festival film di luar negeri antara lain Lembusura yang terseleksi di Berlin International Film Festival 2015. Lembusura berkompetisi di Berlinale Short Competition. Lalu pada 2019, Wregas bikin film yang diadaptasi dari cerpen karya Eka Kurniawan, Tak Ada yang Gila di Kota Ini. Berjudul sama, film pendeknya ini juga meraih piala FFI 2019 kategori Film Pendek Terbaik. Lalu, Tak Ada yang Gila di Kota Ini juga berkompetisi di Busan International Film Festival untuk kategori Wide Angle: Asian Short Film Competition.

Kalau ngeliat jejak-jejak prestasi yang dibuat Wregas, setuju dong kalau dia bukan sutradara sembarangan.  Nah, film Penyalin Cahaya adalah film panjang pertama yang disutradarai Wregas. Ceritanya juga ditulis olehnya bersama Henricus Pria.

Mengangkat Isu Pelecehan Seksual

film penyalin cahaya
Sur, karakter utama yang diperankan oleh Shenina Syawalita Cinnamon. (Foto: IG @rekatastudio)

Film bergenre drama thriller/misteri ini ceritanya berpusat pada Sur (diperankan oleh Shenina Cinnamon). Mahasiswi tahun pertama peraih beasiswa. Karena kejadian satu malam, hidupnya tiba-tiba berantakan. Sur malam itu pergi ke pesta perayaan kemenangan Mata Hari, grup teater universitas tempatnya menjadi sukarelawan perancang web. Sebelum pergi, ayahnya sudah mewanti-wanti agar Sur hati-hati dan jangan sampai minum alkohol.

Tapi keesokan harinya dia bangun dengan kebingungan, tidak ingat apa yang terjadi semalam. The next thing happen, dia mengetahui kalau fotonya dalam keadaan mabuk beredar online. Sur kehilangan beasiswa dan diusir oleh keluarganya. Dalam keadaan bingung, Sur pun mencari tahu apa yang sebetulnya terjadi malam itu di pesta, dengan bantuan teman masa kecilnya, Amin (diperankan Chicco Kurniawan), yang bekerja di kios fotokopi dekat kampus.

Isu pelecehan seksual memang selalu jadi topik penting. Apalagi sekarang, makin banyak kasus pelecehan seksual terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Semakin memprihatinkan dan bikin marah. Kasusnya juga semakin gila. Fakta-fakta menunjukkan kalau pelecehan terhadap perempuan terjadi bahkan di tempat yang seharusnya paling aman yaitu rumah, sekolah, dan juga kampus.

Wregas mengangkat isu ini dalam filmnya. Dikutip dari Kompas.com dia mengatakan kalau fenomena pelecehan seksual di Indonesia membuat korbannya tidak mendapat ruang untuk bicara dan mendapatkan keadilan. Kondisi itu dia ambil dan dikembangkan menjadi cerita dalam film yang layak untuk ditonton. Melalui Sur, sutradara menggambarkan penyintas pelecehan seksual yang melawan ketika diperlakukan tidak adil dan diintimidasi oleh pelakunya.

Film Penyalin Cahaya Tidak Tayang Di Bioskop

Film produksi Kaninga Pictures dan Rekata Studio ini tidak tayang bioskop. Penyalin Cahaya tayang di Netflix pada 13 Januari 2022. Sutradara Wregas Bhanuteja mengungkapkan alasan di balik keputusan tersebut. Pandemi menjadi salah satu pertimbangan. Meski sekarang bioskop sudah kembali dibuka, tapi kondisi masih belum normal seperti dulu. Kapasitas studio belum boleh diisi penuh.

Ketika ada peluang untuk ditayangkan di platform OTT (Over The Top) Netflix, pihaknya pun mengiyakan. Melalui OTT, film ini punya kesempatan untuk ditonton lebih banyak orang, tidak cuma di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. ’’Karena yang paling utama adalah menyebarkan pesan di film ini, ‘’ ucap Wregas dikutip dari Republika.com. Film Penyalin Cahaya punya statement kuat untuk mengajak korban pelecehan seksual punya daya dan berani melawan intimidasi. Apalagi, kekerasan seksual tidak hanya terjadi di Indonesia. Itu sebabnya, alih-alih bioskop, film ini setuju untuk ditayangkan di platform streaming. (*)

Foto Naskah: Rekata Studio & Kaninga Pictures

Janesti
Follow Me

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *